Ahlussunnah wal Jamaah atau disingkat Aswaja berasal dari tiga kata yaitu Ahlun, Sunnah dan Jamaah. Secara lughowi, Ahlun mempunyai arti keluarga, golongan atau pengikut. Sunnah dapat diartikan mengikuti ajaran Rasulullah SAW baik berupa perbuatan, ucapan, dan ketetapan. Al-Jamaah dimaknai kesepakatan para sahabat Rasulullah SAW.
Dari Anas ibn Malik berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya bani Israil terpecah menjadi 71 golongan, dan sesungguhnya umatku terpecah menjadi 72 golongan, semuanya di neraka kecuali satu yaitu al-Jama’ah.” (HR. Ibn Majah, dalam al-Zawaaid sanadnya sahih dan para perawinya terpercaya, al- Albani berkata: sahih
Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari yang merupakan salah satu pendiri dari Nahdlatul Ulama. Beliau menyatakan bahwa Nahdahtul Ulama menjadi bagian dari Ahlus Sunnah Wal Jamaah atau Aswaj. Warga Nahdliyin (pengkikut NU) mengklaim merupakan Ahlus Sunnah Wal Jamaah di Indonesia. Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa Ahlussunnah Wal Jamaah termasuk Al-Firqotun Najiyah di dalam kitab Zidayat Ta’liyat. Namun, Definisi Ahlus Sunnah Wal Jamaah dimaknai secara berbeda oleh dua organisasi massa Islam di Indonesia yaitu Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah.
Menurut Nahdhatul Ulama bahwa Ahlus Sunnah Wal Jamaah mengikuti paham teologi Asy-A’riyah (Abu al-Hasan al-Asy’ari) dan Al-Maturidiyah (Abu Manshur al-Maturidi). Dua aliran ini memiliki banyak kesamaan namun memiliki perbedaan mengenai Pemahaman tentang Allah, Akal dan Wahyu serta Qadar. Aswaja melandaskan diri pada salah satu madzhab mengenai ibadah dan muamalah. Empat madzhab tersebut yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali. Mereka juga mengikuti paham tasawuf Imam Al-Ghazali.
Menurut salah satu Ulama Muhammadiyah yaitu Djarnawi Hadi Kusuma yang dikutip dari buku “Muhammadiyah Ahlus Sunnah wal Jama’ah”. Beliau menyatakan bahwa “Dengan mengembalikan segala perkara agama kepada kitab Allah dan sunnah Rasul maka tidak diragukan lagi bahwa Muhammadiyah tergolong kepada Ahlus Sunnah Wal Jamaah”. Muhammadiyah tidak mengikuti paham teologi Asy-A’riyah dan Al-Maturidiyah, tidak mengikuti madzhab dan tidak bertasawuf seperti Imam Al-Ghazali maka tidak dianggap sebagai bagian dari Ahlus Sunnah Wal Jamaah oleh kalangan Nahdliyin. Muhammadiyah hanya memilih untuk kembali Al Qur’an dan Sunnah, memurnikan aqidah, dan tanpa tarekat.
Firqoh Najiyah bisa dipastikan yaitu Ahlus Sunnah Wal Jamaah namun Dalil/Nash tidak menunjukkan ciri-ciri secara eksplisit. Hadits tersebut tidak secara eksplisit menunjuk ke kelompok tertentu. Umat Islam seyogyanya tidak sibuk mengklaim secara eksklusif bahwa kelompoknya merupakan ahlus sunnah wal jamaah yang paling benar. Umat Islam hanya bisa berusaha sekuat tenaga untuk mengmalkan ajaran Rasulullah SAW agar termasuk firqotun najiyah. Umat Islam jangan mengkafirkan sesama muslim atas dasar hadits tersebut. Wallahu A’lam Bi Showwab