Rumah Kaca

Deposuit Potentes de Sede et Exaltavat Humiles
Dia Rendahkan Mereka yang Berkuasa dan Naikkan Mereka Yang Terhina : 646


Novel ini berbeda dari tiga novel sebelumnya. Novel ini tidak bercerita mengenai Minke namun Jacques Pangemanann. Seorang pribumi berjiwa eropa karena riwayat hidup. Dia telah pensiun dari dinas Polisi Hindia Belanda. Jacques Pangemanann berdarah Manado dan lulusan dari Universitas Sorbone. Dia mengemban tugas terakhir untuk mengawal pembuangan Minke ke Kepulauan Maluku. Nama Jacques diperoleh dari nama apoteker berkebangsaan Prancis. Dia menjadi ayah angkat dari Jacques Pangemanann.
Jacques Pangemanann diangkat sebagai staf ahli Algemene Secretarie setelah pensiun. Algemene Secretarie berfungsi memberi dukungan operasional pemerintah Hindia Belanda untuk meredam gerakan aktivis anti Belanda oleh pribumi melalui operasi kontra intellijen. Jacques Pangemanann memimpin operasi kontra inlelijen tersebut. Dia merupakan wujud nyata dari pengkhianta dari bangsa pribumi. Novel ini termasuk novel psikologis. Novel ini menceritakan bagaimana beban psikologis pribumi yang bekerja bagi Hindia Belanda.
Operasi kontra intelijen diawali dengan riset , analis, diskusi dan aplikasi di lapangan. Operasi bertujuan menciptakan kondisi yang diharapkan diikuti para pejuang pribumi sehingga kondisi bisa tercipta. Operasi kontra intelijen dimulai dari mengendus potensi perlawanan dan rekayasa kondisi sehingga terwujud stabilitas keamanan negara.
Cerita mempunyai tokoh utama tunggal yaitu Jacques Pangemanann. Eyang Pram menyampaikan gagasan mengenai kondisi bangsa Indonesia melalui tokoh Pangemanann. Eyang Pram ingin menyampaikan bahwa Indonesia memang telah merdeka secara ragawi namun sakit jiwa. Kemerdekaan hanya semu karena tidak ada yang berubah setelah merdeka. Eyang Pram ingin menyampaikan bahwa rakyat Indonesia itu kompromistis, penyuka keselarasan dan tidak berprinsip.
Salah satu alur cerita yang menarik ketika terjadi diskusi antara Pangemanann dan Tuan L. Mereka berdua membicarakan tentang orang jawa dan kejawen. Pangemanann berkata, “Pertama-tama karena bangsa ini mempunyai watak mencari kesamaan, keselarasan, melupakan perbedaan, untuk menghindari bentrokan sosial”. Hal ini terbukti bahwa Pangemanann tunduk dan patuh hampir tanpa batas ke Pemerintah Hindia Belanda . Pangemanann terjebak pada kompromi ke kompromi lain tanpa perlawanan. “Ia lebih suka penyesuaian daripada cekcok urusan prinsip” tertulis pada hal : 125. “Orang Eropa lebih kecil jumlahnya , tapi menang karena prinsip” pada hal : 128. Kalimat ini menunjukkan bahwa Eyang Pram mengkritisi bangsa Indonesia sendiri yang dituangkan di novel.
Jacques Pangemanann merupakan kiasan dari jiwa pribumi sejak dahulu sampai hari ini. Minke dianggap sebagai orang terhormat dalam kekalahan. Pangemanann hanya pecundang dalam kemenangan. Pangemanann hanya alas dari Gubermen Hindia Belanda. Pangemanann menulis dalam memoarnya sebagai berikut, “Pada akhir catatanku sendiri aku tulis : Hamba Gubermen ! Orang yang selalu bertanggungjawab dan merasa bertanggungjawab kepada Gubermen, tak pernah bertanggungjawab sendiri kecuali demi keselamatan dan kesenangan hidupnya”. Ini tertulis di halaman 132. Pangemanann mengalami dilemma karena menghancurkan bangsanya sendiri. Dia tidak sanggup menolak pekerjaan “kotor” karena tuntunan duniawi. Idealisme sebagai lulusan Universitas Sorbonne Prancis tergadaikan.
Eyang Pram menggambarkan orang Indonesia dengan begitu elok sebagai manusia complicated. Manusia yang berhasrat atas kedudukan dan kenyamanan dengan menggadaikan bangsa sendiri. Manusia Indonesia tidak bodoh bahkan pintar dan cerdik. Sayang, Manusia Indonesia itu rapuh. Manusia yang hanya menjadi penikmat dunia, penakut dan tidak berprinsip. Manusia yang tega untuk merugikan sesama pribumi. Ini tercermin pada Jacques Pangemanann.
Eyang Pram seringkali menyebut nama-nama tokoh nasional terutama yang berhaluan kiri di novel “Rumah Kaca”. Eyang Pram menyebut tokoh kiri seperti : Sneevlit, Marco dan Semaoen. Sneevlit menjadi pendiri ISDV yang kemudian berevolusi menjadi Partai Komunis di Indonesia. Pangemanann menyatakan bahwa Sneevlit lebih progresif daripada Boedi Moeljo atau Syarikat Islam. Ini merupakan opini Eyang Pram.
Opini eyang Pram tertulis dalam novel ketika Pangemanann menyatakan sebuah tulisan seperti berikut, “Mereka adalah dari Golongan nihilis yang terkutuk. Mereka memang mampu mengekspresikan serta berpikir sangat logis dan membikin orang tersudut tak berdaya. Jelas, mereka berasal dari suatu aliran filsafat baru yang belum kukenal selama ini. Atau lebih tepat pernah kukenal tetapi telah kulupakan”. Ini tertulis dalam novel Rumah Kaca pada halaman 388.
Marco adalah nama panggilan dari Mas Markodikromo. Beliau adalah tokoh sayap kiri Syarikat Islam yang berhaluan sosialis komunis. Marco bergerak di daerah Vorstlanden ( Surakarta, Yogyakarta dan Semarang). Novel ini menceritakan bawah Mas Marco menjadi anak didik Minke yang sangat militan.
Semaoen juga masuk ke dalam novel “Rumah Kaca “. Pangemanann berpendapat bahwa Semaoen menjadi tokoh muda progresif yang memimpin VSTP ( Serikat Buruh Kereta Api). Semaoen selalu menggelorakan perlawanan terhadap Gubermen Hindia Belanda. Pada akhirnya, Semaoun bersama Alimin dan DarsonomendirikanSI Merah (Syarikat Islam Merah) yang berhaluan komunis.
Eyang Pram juga menyebut D-W-T ( Douwes Dekker-Wardi-Tjipto) di dalam Novel “Rumah Kaca”. Mereka bertiga mendidrikan Indsiche Partij sebagai partai pertama yang didirikan di wilayah pemerintahan Hindia Belanda. Pangemanan berpendapat bahwa D-W-T menjadi manusia tanpa pengikut yang pemberani dan pintar. Boedi Moeljo tidak berada di hati Pangemanann. Boedi Moeljo menjadi nama samaran dari Boedi Oetomo. Boedi Moeljo hanya mendirikan sekolah yang menghasilkan Priyayi yang selalu setia kepada Gubermen.
Eyang Pram mempunyai opini juga mengenai Syarekat Islam dan HOS Tjokroaminoto. Eyang Pram berpendapat bahwa rasa takut H Samadi alias H.Samanhudi atas Gubermen yang digerakkan oleh Pangemanan. Syarikat Dagang Islam diserahkan kepada Tjokroaminoto. H Samadi merasa harus menyerahkan ke Mas Tjokro. Mas Tjokro adalah nama lain dari HOS Cokroaminoto. Mas Tjokro menjadi “kaisar tanpa mahkota”. Mas Tjokro tidak mempunyai pengikut yang riil. Mas Tjokro berkeliling Jawa tidak untuk mengunjungi pengikut-pengikutnya namun ke pesantren-pesantren. Mas Tjokro menikmati fasilitas mobil dari Syarikat Islam. HOS Tjokroaminoto merupakan mentor Presiden Soekarno.
Eyang Pram menonjolkan tokoh-tokoh haluan kiri di dalam novel “Rumah Kaca”. Ajaran komunis masuk di dalam novel ini itu sulit dibuktikan. Namun, Keberpihkan eyang pram atas tokoh-tokoh haluan kiri sangat kentara. Padahal, Republik Indoinesia dibangun oleh seluruh rakyat Indonesia yang berhaluan kiri, kanan dan tengah. Hal tersebut wajar karena Eyang Pram merupakan Tokoh LEKRA. Hal tersebut tidak mengurangi kehebatan novel “Rumah Kaca”. “ Rumah Kaca” melangkahi zaman dilihat dari alur cerita, intrik. Apakah keberpihakan menyebabkan rezim ORBA melarang peredaran Tetralogi Eyang Pram?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *