Minke, anak Bupati Bojonegoro, telah mengalami berbagai peristiwa yang berkaitan dengan pemerintah Hindia Belanda yang menyenangkan sampai mengenaskan. Minke sudah menikmati privilegium sebagai priyayi. Minke berhak belajar di HBS. Minke mematangkan daya intelektualitas disana. Minke mempunyai status diatas bangsanya sendiri. Minke mengagumi eropa semakin membuncah. Minke adalah seorang priyayi jawa yang menikmati fasilitas eropa. Minke merasa unggul atas bangsanya sendiri. Jean Marais dan Kommer ,sahabat minke, mendesak Minke menggunakan bahsa Melayu dalam tulisan. Minke masih merasa gengsi atas kepriyayian. Minke merasa rendah jika menulis dalam bahasa melayu. Bahasa melayu menjadi kelas dua.
Kekaguman Minke atas eropa sedikit ternoda dengan peristiwa pengadilan Belanda yang menimpa Nyai Ontosoroh dan dirinya. Minke gagal memiliki istri Indo harus berakhir tragis. Annelies yang dipuja-puja meninggalkan tanah Hindia menuju Nederland. Annelies bernasib tragis karena Indo bukan Totok. Penderitaan berujung kematian. Minke menjadi semakin benci bahwa Belanda itu kejam. Belanda tidak hanya mengambil Annelies dan juga merampas bangsanya.
Rasa kagum atas Belanda lebih luntur lagi setelah pertemuan dengan Surati dan lebih bergemuruh lagi setelah bertemu dengan Trunodongso. Trunodongso, petani yang tidak berdaya menghadapi kejamnya Kapitalisasi Industri Gula Belanda. Minke terbelalak ketika mengetahui bahwa semangat “Revolusi Prancis” yang bergema di eropa hanya untuk eropa sendiri. Orang jawa tidak boleh menikmati semangat “Revolusi Prancis”. Minke bertemu dengan Khok Au Suew, revolusionis Cina, yang menceritakan berita dari Filipina. Joserizal harus dihukum mati karena perlawanannya kepada Spanyol. Dia menjadi korban opera sabun antara Amerika dan Spanyol. Minke merasa semakin gelisah atas eksistensi bangsanya sendiri. Minke penasaran mengapa Jawa merasa selalu inferior di dunia. Ini mengukuhkan kegelisahan atas bangsanya sendiri.
Minke berpikir lebih jauh ternyata para penguasa jawa yang bergelar bupati itu lebih kejam atas bangsanya sendiri. Mereka tidak hanya mengambil harta dan juga istri rakyatnya sendiri. Sejahat-jahat Belanda, Mereka tidak pernah mengambil istri orang. Minke terkejut karena Jepang dianggap sejajar dengan eropa. Meiko, pelacur jepang piaraan Babah Ah Chong, mempunyai derajat lebih tinggi daripada si Babah. Kaum pribumi terpelajar ternyata dibawah derajat seorang pelacur jepang. Alangkah tersungkur, derajat pribumi atas bangsa chin, jepang dan eropa .
Minke melakukan perjalanan dari Semarang ke Surabaya via “Vorstlanden” (Surakarta- Yogyakarta). Minke merasa dada lebih sesak. Vorstlanden yang yang subur dan makmur di sebelah tenggara pulau jawa telah dikuasai oleh tuan tanah Belanda. Minke mulai bergeser menjadi humanis setelah melihat kenyataan yang pahit. Minke mulai berjuang membela pribumi melalui tulisan humanis. Minke merasa marah dan kecewa ketika artikelnya mengenai Trunodongso diplintir oleh sahabatnya yaitu Martin Nijman. Dia adalah redaktur S.N v/d D yang merupakan Belanda Totok.
Artikel “Trunodongso” membuat Nijman marah. Artikel ini mengungkap borok pabrik gula padahal koran S.N v/d D dibiayai pabrik Gula. Minke Minke mulai menyadari ketidakdilan atas pribumi. Minke juga menulis kisah Khouw Ah Soe yang menjadi pelarian Cina ke Jawa. Minke mengalami konflik dengan ir. Maurits Mellema semakin menguatkan pemikiran bahwa bangsa eropa merendahkan pribumi. Rangkaian peristiwa menyadarkan bahwa semua manusia mempunyai hak, martabat dan harga diri yang sama. Pertemuan dengan Teer Har membuat Minke menyadari yang disebut “Nasionalisme”.
Minke bertanya-tanya mengapa ada perbedaan derajat. Jepang dan Eropa menjadi sejajar kemudian China berada dibawah mereka dan Jawa harus puas menjadi masyarakat paling rendah. Bahkan, Rakyat Jelata masih harus ditindas oleh para pemimpin pribumi. Pemikiran tersebut semakin menguat. Minke marah mengapa semangat “Revolusi Perancis” hanya diperuntukkan bangsa eropa bukan “Anak Semua Bangsa”.