Belanda mendirikan sekolah bagi anak pribumi awal 1900-an. Beberapa sekolah yang diinisiasi pemerintah Hindia Belanda antara lain, HIS, MULO, HBS, ELS, Kweekschool, STOVIA. Ada juga sekolah yang diperuntukan untuk masyarakat kelas bawah yaitu sekolah ongko loro untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan dengan kompetensi minimal yaitu membaca, menulis, dan berhitung. Ternyata, Ekspansi sekolah diproyeksikan sebagai pola baru penjajahan. Model ini diharapkan dapat menyediakan tenaga terdidik dan menggeser lembaga pendidikan Islam yaitu pondok pesantren dalam jangka panjang
Politik etis mempunyai dampak jangka panjang..Karena menyebabkan sistem pendidikan menjadi terbelah dua yaitu pendidikan sekuler dan pendidikan pesantren. K.H. Ahmad Dahlan merasa prihatin dan ingin melakukan langkah yang nyata di dunia pendidikan di masa itu. Konsep Pendidikan KH. Ahmad dahlan bermula pada awal tahun 1900-an ketika mendirikan madrasah pertama bersama para santri. Madrasah yang menjadi lembaga pendidikan pembaharuan yang senantiasa memodernisir dalam manajemen pendidikan, meliputi kurikulum, kesiswaan, , tenaga pendidik, dan sarana-prasarana.
KH. Ahmad Dahlan merumuskan tujuan pendidikan Muhammadiyah berdasarkan konsep kyai intelek dan intelek kyai. Pesan KH Ahmad Dahlan yang ditujukan kepada santri-santrinya adalah, “Dadiyo kyai sing kemajuan, lan aja kesel-kesel anggonmu nyambut gawe kanggo Muhammadiyah”. Terjemahan dalam bahasa Indonesia adalah “Jadilah kyai yang berkemajuan, jangan lelah berjuang di Muhammadiyah”. Pesan ini menjadi filosofi pendirian madrasah bermakna menyelaraskan ilmu agama dan ilmu sekuler yang disebut “Islam Berkemajuan”.
Islam Berkemajuan adalah jargon diangkat Muhammadiyah di ajang Muktamar Muhammadiyah ke-47 yang bertempat di Makassar pada tanggal 3-7 Agustus 2015. Dengan mengusung tema, “Gerakan Perubahan Menuju Indonesia Berkemajuan”. Jargon tersebut mencerminkan sebuah makna yaitu kontekstualisme ajaran Islam. Orientasi pembaruan pendidikan Islam terbagi menjadi 3 yaitu: (1) Pola pendidikan modern di Eropa. (2) Pola Pendidikan Islam yang murni. (3) Orientasi pada nasionalisme.
Modernisasi pendidikan sebagai solusi dilakukan oleh Muhammadiyah ditempuh dengan cara mengadaptasi sistem pendidikan Belanda dalam pendidikan Islam. Berdasarkan dua premis diatas ternyata Muhammadiyah memilih jalan yaitu pembaruan pendidikan Islam yang mencangkok pola pendidikan modern di Eropa. Pendidikan yang mengacu kepada pendidikan Islam berkemajuan.
Islam Berkemajuan diterjemahkan sebagai progresivisme. Progesivisme merupakan salah satu aliran filsafat yang menghendaki suatu kemajuan, yang membawa sebuah perubahan. Progresivitas menjadi ruh pendidikan Muhammadiyah. Muhammadiyah mendeklarasikan sistem pendidikan di sekolah Progesivisme merupakan salah satu aliran yang menghendaki suatu kemajuan, ke arah yang lebih baik
Progresivisme ditandai dengan menggunakan kurikulum dan manajemen yang modern. Kondisi yang ideal bagi Sekolah Muhammadiyah adalah menjadi sekolah yang progresif. Muhammadiyah ingin menghadirkan pendidikan sesuai dengan tuntutan zaman. Sehingga diterjemahkan sebagai Filsafat Progresif dalam Pendidikan Islam. Progresivisme untuk mengintegrasikan ilmu umum dengan ilmu agama dengan cara mengkonversi ilmu agama yang normatif menjadi deskriptif sehingga mudah dilaksanakan dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.
Muhammadiyah sebagai gerakan islam yang bergerak di dunia pendidikan senantiasa melakukan modernisasi dalam manajemen pendidikan. Modernisasi tersebut pada bidang tenaga pendidik dan kependidikan, bidang kurikulum, dan bidang sarana prasarana. Pendidikan progresif mendukung adanya pelaksanaan pendidikan yang bertujuan mengembangkan berbagai potensi peserta didik sebagai bekal menghadapi kehidupan sosial kemasyarakatan. Tujuan dari pendidikan Muhamadiyah yang progresif adalah memberi solusi dari berbagai masalah umat dijiwai dengan Al-quran dan Al-hadits.
Beberapa ilmuwan telah melakukan kajian mengenai filsafat profetik. Wacana filsafat profetik mempunyai beberapa versi yaitu (1) Profetik Suhermanto Ja’far, (2) Profetik versi Muhammad Iqbal, (3) Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo. Ilmu Sosial Profetik adalah pemikiran Prof. Kuntowijoyo yang orisinil. Teori Ilmu Sosial Profetik juga diadopsi dalam konstruksi berbagai disiplin ilmu, mulai dari Ilmu Politik Profetik, Ilmu Seni Profetik, Ilmu Tafsir Profetik. Ilmu Sosial Profetik menghasilkan sebuah konsep “mengilmukan” Islam sehingga tidak ada dikotomi antara ilmu umum dan ilmu Islam.
Penggabungan ilmu dan agama dalam satu pemikiran yaitu profetik diharapkan mampu memberikan warna baru dalam pengembangan ilmu di Indonesia. Ilmu Sosial Profetik yang dirumuskan oleh Prof. Kuntowijoyo tertulis dalam sebuah jurnal memiliki landasan teori termaktub dalam Q.S. Ali Imran : 110 yaitu umat Islam sebagai umat terbaik mempunyai tiga tugas utama, yakni: (1) humanisasi (amr ma’rûf), (2) liberasi (nahî munkar), (3) transendensi (îmân billâh).
Pendidikan Islam harus mampu menghumanisasi siswa. Humanisasi adalah anti tesa dari dehumanisasi dari efek negatif perkembangan Iptek. Humanisasi merupakan terjemahan kreatif dari amar ma’ruf yang makna asalnya adalah menganjurkan atau menegakkan kebajikan.
Pendidikan Islam juga berfungsi membebaskan (liberasi) dari kemunkaran (nahi munkar) dari penindasan, penjajahan, dan penghisapan atas manusia. Kuntowijoyo menyebutnya, cita-cita etik tersebut bersumber dari Al-Quran, surat Al-imran ayat 110, mengandung sebuah aktivitas sejarah yaitu umat Islam harus terlibat dalam sejarah pembebasan manusia Melalui filsafat profetik seseorang mendapatkan jawaban bagaimana wahyu menjadi mungkin untuk direalisasikan dalam kehidupan manusia berupa komunikasi manusia dengan seluruh alam semesta dan Tuhan sekaligus. Tujuan akhir dari pendidikan Islam adalah transendensi yaitu menghubungkan kembali manusia dengan Allah SWT
Ketiga fungsi di atas harus dijalankan secara integral dan tidak boleh dipisahkan. Proses humanisasi harus dilakukan secara bersamaan dengan proses liberasi, dan tidak boleh lepas dari nilai transedensi. Ketiga-tiganya secara bersamaan bersinergi dalam membangun kualitas umat terbaik
Progresivisme dan nilai-nilai profetik muncul sebagai hidden curriculum di sekolah Muhammadiyah. Hidden curriculum dapat dirasakan dalam aktivitas pembelajaran sehari-hari di sekolah Muhammadiyah. Hidden curriculum adalah sesuatu yang tidak tertulis tetapi disepakati, diyakini, dan diaplikasikan bersama dalam sebuah institusi atau komunitas. Pelaksanaan Hidden Curriculum berdampak positif antara lain terbentuknya pembiasaan diri terhadap siswa dalam proses pembelajaran di kelas dan sekolah.
Kegagalan pendidikan dalam membentuk manusia berkarakter baik salah satunya karena tidak ada keseimbangan pengembangan antara programmed curriculum dan hidden curriculum. Tujuan pendidikan Islam dapat diwujudkan maka dibutuhkan keterpaduan dalam pelaksanaan pembelajaran yaitu keterpaduan antara kurikulum formal tertulis dengan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Kebiasaan diri yang muncul merupakan refleksi dari progresivisme dan nilai-nilai profetik. Kurikulum terprogram (programmed curriculum) dan hidden curriculum ibarat seperti sepasang sayap di pesawat terbang. Keduanya memberikan keseimbangan untuk lepas landas menuju awan yang tinggi.
Pembelajaran progresif adalah spirit awal yang dibawa oleh KH. Ahmad Dahlan dengan jargon Tajdid (Pembaharuan). Progresifitas KH. Ahmad Dahlan tampak nyata ketika mendirikan madrasah yang mengadopsi sistem kelas ala eropa.
Berdasarkan pesan diatas maka dirumuskan konsep kyai intelek dan intelek kyai. Pesan ini menjadi filosofi pendirian madrasah bermakna menyelaraskan ilmu agama dan ilmu sekuler yang disebut “Islam Berkemajuan”. Islam berkemajuan diterjemahkan sebagai Pendidikan yang progresif. Ini selaras dengan tujuan Muhammadiyah yaitu sebagai gerakan tajdid (pembaharuan)