Oleh : Zaki Setiawan
Hadits secara lughowi mempunyai arti yaitu “berbicara“, “perkataan“, atau “percakapan“. Tentu saja, Hadits mengenai perkataan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Hadits mempunyai makna sebagai perkataan, perbuatan dan ketetapan dari Nabi Muhammad SAW yang terkait segala sesuatu mengenai Agama Islam meliputi aqidah, syariah, muamalah, sejarah dsb. Hadits juga menjadi sumber hukum yang menentukan sesuatu yang menjadi wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Umat Islam harus memahami hadits yang baik dan benar sehingga tidak tersesat.
Hadits juga merekam segala perbuatan Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih hidup. Nabi Muhammad SAW mempunyai pengikut yang disebut dengan shahabat. Mereka menemani dalam keadaan suka dan duka, menjalani dakwah Islam melalui jalan damai atau perang. Beberapa shahabat menjadi periwayat hadits yang diturunkan kepada generasi Islam sesudahnya secara lisan. Hadits berisi perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad SAW. Salah satu istrinya menjadi periwayat hadits pula yakni Aisyah RA. Hadits diriwayatkan
Hadits menjadi sumber hukum Islam yang kedua setelah kitab suci Al-Qur’an bukan tanpa alasan. Hal ini disebabkan karena Nabi Muhammad SAW mempunyai otoritas untuk menentukan hukum. Semua Muslim mempercayai bahwa sifat dan tingkah laku Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya merupakan cerminan dari wahyu Allah SWT. Tentu saja, Muslimin sulit mencapai kualitas akhlaq seperti Nabi Muhammad SAW yang ma’shum namun harus berusaha berperilaku dengan mencontoh Nabi Muhammad SAW.
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
“Aku telah tinggalkan kepada kalian dua hal yang jika kalian berpegang teguh kepadanya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah dan sunah nabi-Nya.” (HR. Malik).
Hadits disampaikan dari generasi ke generasi semula hanya secara lisan. Oleh Karena itu, Hadits mengalami distorsi dan pemalsuan. Maka, Ulama yang menguasai Ilmu hadits dan hidup di masa beberapa generasi setelah sahabat melakukan kodifikasi hadits yang melahirkan Ilmu Mustholah Hadits yang membahas bagaimana kualitas hadits dan menentukan tingkat kehujjahan hadits. Ulama mengkodifikasi hadits dalam bentuk Kitab hadits. Hadits yang termaktub di kita diberi ulasan mengenai kualitas dari setiap hadits. Mereka yang dianggap sebagai Ulama Hadits seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah, dan Imam Nasa’i. dsb. Imam Bukhari dan Imam Muslim merupakan Ulama yang mengumpulkan hadits yang berkualifikasi terbaik sepanjang hayat.
Setiap muslim wajib mempelajari hadits. Sesuatu yang termaktub di Al-qur’an tidak dapat dipahami maka bisa dicarikan penjelasan di hadits. Hadits bisa membahas sebuah topik yang spesifik sehingga hadits berjumlah ribuan . Untuk itu, Muslim wajib mempelajari hadits untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini, Hadits berfungsi sebagai :
- Memperkuat dan Mempertegas Hukum dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an berisi hukum yang harus dipatuhi setiap muslim. Ayat-ayat hukum bermakna mengenai segala sesuatu yang boleh dikerjakan dan tidak boleh dilakukan. Hadits memperkuat dan mempertegas hukum Allah SWT yang terdapat di Al-Qur’an. Hadits berfungsi memperkuat isi dari Al-Quran. Sebagaimana hadits mengenai berwudhu, yakni
: قال رسول الله صلي الله عليه وسلم :” اذا توضأ العبد المسلم أو المؤمن فغسل وجهه
خرج من وجهه كل خطيئة نظر اليه بعينه مع الماء أو مع أخر قطر الماء.فإذا غسل يديه
خرج من يديه كل خطيئة كان بطشتها يداه مع الماء أو مع أخر قطر الماء . فإذا غسل
رجليه خرجت كل خطيئة مشتها رجلاه مع الماء أو مع أخر قطر الماء حتي يخرج نقيا من
الذنوب .” (( رواه مسلم
Dari Abu Hurairah RA berkata:”Bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Apabila seorang muslim atau mukmin berwudhu lalu membasuh mukanya,maka keluarlah (diampunilah) dosa-dosa wajahnya dimana ia melihat maksiat dengan matanya bersama air atau akhir dari percikan air,ketika membasuh kedua tangannya,maka diampinilah dosa-dosa tangannya bersama air atau bersama percikan akhir yang terakhir,ketika ia membasuh kedua kakinya,maka diampunilah dosa-dosa kakinya bersama air atau bersama percikan air yang terakhir hingga ia benar-benar bersih dari segala dosa”.(HR Muslim).
Hadits diatas memperkuat surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُۗ مَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur.” (Qs.Al-Maidah:6)
- Menetapkan Hukum yang Tidak Tertulis pada Al-Qur’an
Al-Qur’an seringkali hanya membahas secara global saja seperti pembahasan zakat fitri. Hadits memperjelas dan menerangkan bahwa bahan makanan pokok yang dapat digunakan untuk zakat fitri dan ukurannya. Hadits berfungsi untuk menjelaskan dan memberi kepastian hukum yang tidak dijelaskan dalam Al-Quran:
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (Qs. Al-Baqarah : 277).
Ayat tersebut hanya membahas mengenai sholat dan zakat dan tidak ada penjelasan bagaimana mengerjakan zakat fitri. Contohnya hadits mengenai zakat fitrah, dibawah ini:
فَرَضَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ
“Rasulullah SAW, mewajibkan zakat fitrah dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan sholat ied.” (HR. Bukhari).
- Memberi Penjelasan Terkait Suatu Makna dari Ayat Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Quran memerlukan penafsiran. Hadits dapat digunakan untuk menafsiri dari makna ayat Al-Quran. Asbabun Nuzul yang merupakan alasan dibalik turunnya ayat Al-Quran dapat diketahui dari Hadits pula. Setiap muslim semakin memahami makna dari ayat dari Al-Qur’an berasal dari penjelasan di hadits. Nabi Muhammad SAW selalu mendapat petunjuk dari Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT :
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٣﴾ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
“Dan tidaklah yang diucapkannya itu (al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)“( Qs.An-Najm : 3-4.
Rasulullah SAW bersabda.
ألاَ إِنِّي أُوتِيتُ الكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلاَ يُوشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ عَلَى أَرِيْكَتِهِ يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ فِيْهِ مِنْ حَلاَلٍ فَأَحِلُّوهُ وَمَ وَجَدْتُمْ فِيْهِ مِنْ حَرَامٍ فحَرِّمُوهُ وَإِنِّ مَاحَرَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا حَرَّمَ اللَّهُ
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi al-Qur’an dan sesuatu yang hampir sama dengan al-Qur’an. Ketahuilah, akan ada seorang lelaki kaya raya yang duduk di atas tempat duduk yang mewah dan dia berkata, “Berpeganglah kalian kepada al-Qur’an. Apapun yang dikatakan halal didalam al-Qur’an, maka halalkanlah, sebaliknya apapun yang dikatakan haram dalam al-Qur’an, maka haramkanlah. Sesungguhnya apapun yang diharamkan oleh Rasulullah, Allah juga mengharamkannya“
- Merinci Hal-Hal yang Sebelumnya Sudah Dibahas dalam Al-Qur’an
Hadits memberi penjelasan secara rinci pada ayat-ayat Al-Qur’an yang sifatnya global, baik menyangkut masalah ibadah maupun hukum. Misal : Sholat diwajibkan hanya pada beberapa ayat dalam Al-Qur’an tanpa disertai petunjuk pelaksanaan, berapa rakaat, kapan waktunya, dan sebagainya. Perincian itu ada pada salah satu hadits nabi, berikut bunyinya.
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Salatlah sebagaimana engkau melihat aku salat,” (HR Al-Bukhari).
- Membatasi dan Memperluas Topik Bahasan pada Al-Qur’an
Hadits memberi batasan dalam topik pembahasan yang bisa memperluas atau menyempit. Hadist memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi Al Quran yang masih bersifat umum (mujmal) serta memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat mutlak (taqyid). Sebuah contoh kasus mengenai penjelasan nabi Muhammad SAW mengenai hukum pencurian.
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah” (QS.Al-Maidah: 38)
Rasulullah SAW memberi contoh pelaksanaan dari ayat Al-Quran diatas.
اَتَى بِسَاِرقِ فَقَطَعَ يَدَهُ مِنْ مِفْصَلِ الْكَفِّ
“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”