(Studi Kasus di Madrasah Mambaul Ulum Keraton Surakarta 1905 M -1955 M)
- Pendahuluan
Madrasah Mambaul Ulum Keraton Surakarta Hadiningrat berdiri pada hari Ahad 23 Juli 1905 atau bertepatan dengan tanggal 20 Jumadil Awal tahun Alip 1835 (tahun jawa). Madrasah Mambaul Ulum merupakan sekolah agama yang dimiliki dan dimanajemeni oleh Pemerintah Keraton Surakarta Hadinigrat. Madrasah ini menjadi bukti sejarah bahwa Keraton Surakarta Hadingrat merupakan pelopor pendidikan Islam Modern yang Progresif di tanah jawa untuk pertama kali.
Mambaul Ulum merupakan inisiatif SISKS Paku Buwono X. PB X ingin mendirikan madrasah Mambaul Ulum di kompleks Masjid Agung Surakarta. Patih Raden Ario Sosrodiningrat IV menjadi pelaksana dalam pendirian Madrasah Mambaul Ulum Gubernur Jenderal Hindia Belanda baru memberi izin Madrasah Mambaul Ulum pada tanggal 6 maret 1906. PB X merencanakan untuk mendirikan madrasah dengan sistem pendidikan formal dengan memiliki kurikulum dan lulusan mendapat ijazah. Pembelajaran menggunakan meja, kursi dan papan tulis. Keraton Surakarta Hadinigrat sudah mempunyai pengalaman untuk mengelola sekolah formal yaitu Mardi Siwi. PB X ingin mengelola Mambaul Ulum sebagaimana pengelolaan Mardi Siwi.
- Tujuan Pendirian
Mambaul Ulum didirikan memiliki beberapa alasan kebutuhan jangka panjang dan kebutuhan jangka pendek. Kebutuhan jangka panjang itu terkait dengan pembentukan kader Ulama Keraton. Apabila Ulama Keraton telah meninggal dunia maka sulit mencari pengganti. Kebutuhan jangka pendek bertujuan mencatat calon pejabat keagamaan (Modin, Penghulu Naib, Penghulu agama kabupaten) di lingkungan Keraton Surakarta.
- Filosofi Sistem Pendidikan di Mambaul Ulum
Madrasah Mambaul Ulum menjadi cikal bakal pendidikan Islam yang progresif di tengah pendidikan Islam tradisional pada awal abad 20. Pendidikan Islam ala Pesantren memakai teknik mengajar yaitu sorogan, bandongan dan munadharah. Teknik-teknik mengajar tersebut berpusat di guru (Teacher Centered Learning) dan menjaga kemurnian ajaran Islam dari guru ke murid berkesinambungan. Pendidikan pesantren bertujuan menjaga kemurnian agama yang selaras dengan aliran filsafat essensialisme dan perennialisme.
Madrasah Mambaul Ulum menjadi unik di tengah pendidikan pesantren awal abad 20. Guru mengajar di madrasah Mambaul Ulum ( Kyai, Mualim, Mudarris dan Murid) berasal dari pesantren yaitu kalangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Metode pendidikan berbeda dengan metode pendidikan di pesantren yang memakai sistem Sorogan, Bandongan dan Halaqoh/Munadharah.
Madrasah Mambaul Ulum menggunakan kurikulum yang terstruktur, memakai sistem mata pelajaran dan menggunakan sistem kelas, guru menyiapkan bahan ajar dan akselerasi. Sistem pendidikan berubah menjadi berpusat ke murid (Student Centered Learning).Semua itu adalah ciri-ciri pendidikan progresif.
Pendidikan progresif berdasarkan grand theory John Dewey. Teori pendidikan progresif ala John Dewey termasuk golongan teori pendidikan modern. Prinsip pendidikan yang ditekankan dalam filsafat progresivisme yaitu (1) proses pendidikan berawal dan berakhir pada anak (student centered), (2) siswa belajar aktif, (3) guru sebagai fasilitator, (4) sekolah yang kooperatif dan demokratis, (5) pembelajaran memfokuskan pemecahan masalah /problem solving. Pendidikan progresif menjadi ruh di madrasah mambaul ulum. Pendidikan Islam yang disampaikan dengan cara yang berbeda yaitu kurikulum terstruktur, demokratis dan melayani kebutuhan siswa. Maka, Pemerintahan Paku Buwono X telah melampaui zaman di bidang pendidikan Islam.
- Sistem Organisasi Mambaul Ulum
Madrasah Mambaul Ulum dikelola sebuah komisi yang disebut “Mufattisiy” di masa awal pendirian. Komisi ini ditetapkan oleh pemerintah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Komisi ini dipimpin oleh Kepala Madrasah atau Mufattisy Akbar yaitu KRT Adipati Ario Sosrodiningrat IV dan Pelaksana harian atau Mufattisy Kabir yaitu KR Penghulu Tafsir Anom. Sekretaris diisi Mufattisy R rekso Projo dan dewan guru dipimpin Kyai Bagus Arfah. Tokoh sentral dari progresifitas pendidikan di keraton Surakarta adalah KRT Ario Sosrodiningrat IV.
KRT Ario Adipati Sosrodiningrat IV ternyata pernah menuntut ilmu di Universitas Leiden Belanda. Pengelolaan Madrasah Mambaul Ulum dilakukan secara terstruktur, modern dan progresif. Pembelajaran progresif harus meliputi pembaharuan sistem pendidikan, tujuan pendidikan, teknik penyelenggaraan pendidikan, dan pembelajaran. Madrasah Mambaul Ulum adalah madrasah yang modern pertama kali di wilayah jawa. Madrasah Mambaul Ulum menjadi tonggak awal dari pendidikan Islam progresif di nusantara.
Sistem ini adalah mengadopsi dari sistem pendidikan di Belanda. Ini tidak mengherankan karena KRT Ario Sosrodiningrat adalah lulusan dari Universitas Leiden Belanda. Sebagaimana konstitusi Belanda mengenai “kebebasan pendidikan” yaitu organisasi keagamaan dan organisasi non keagamaan diberi kebebasan untuk mendirikan institusi pendidikan dengan supervisi dari pemerintah. Patih Sosrodiningrat mengadopsi sistem Belanda yaitu memfasilitasi pendidikan berbasis keagamaan yang layak kepada rakyat. Sehingga terwujud cita-cita pemerintah Keraton Surakarta yang menghendaki kehidupan keduniaan yang berkecukupan, kebahagiaan di akhirat dan bisa kerjasama yang baik antara ulama dan umara. Kyai Bagus Arfah diangkat sebagai pimpinan Madrasah Mambaul Ulum pertama kali. Beliau adalah kyai yang berpengaruh, lincah, kreatif, dan dinamis. Kyai Bagus Arfah mampu mengorganisasi, membina dan mengembangkan madrasah mambaul ulum. Pimpinan madrasah mambaul ulum selanjutnya diserahkan kepada Kyai Idris Jamsaren. Pendidikan progresif harus terbuka dengan kenyataan sosial dengan bersikap luwes sesuai dengan realita sosial sehingga pengetahuan semakin kompleks dan lengkap. Pergantian kepala madrasah adalah bagian dari kebutuhan organisasi. Karena madrasah mambaul ulum membutuhkan kepala madrasah yang mumpuni.
Mambaul Ulum merupakan lembaga pendidikan milik pemerintah Keraton Surakarta, maka dikelola oleh suatu komisi yang dìsebut “Mufattisy”. Mufattisy itu terdiri dari :
- Mufattisy akbar: Berwenang untuk mengatur dan menentukan pengelolaan
- Mufattisy kabir : Pengelola dan Pembina harian
- Mufattisy : Anggota Pembina
- Katibul Mufattisy : Sekretaris pembina
Pada awal berdiri, Mufattisy Akbar ialah KRT Adipati Sosrodiningrat atau Patih Keraton Surakarta, Mufattisy Kabir adalah K.R penghulu Tafsir Anom dan sekretaris Mufattisy R. Rokso Projo. Guru-guru diberi pangkat mulai dari tingkat Muallim I dan Muallim lI, serta Mudarris (guru bantu). Madrasah Mambaul Ulum mengangkat beberapa pegawai yaitu Qabidl (Penerima uang sekolah, Dinbit (Tata usaha), Sefir (pesuruh) dan Kannas (Tukang kebun).
- Sistem Belajar di Mambaul Ulum
Peserta didik di Mambaul Ulum diajarkan untuk mempunyai kemampuan kemampuan “menelaah” kitab. Apabila peserta didik ingin mencapai kemampuan tersebut maka harus menempuh tiga tingkat pendidikan. Peserta didik yang dianggap memiliki kemampuan dalam tingkat tertetu maka dianggap lulus kemudian diberi syahadah. Tiga tingkat itu meliputi
- Tingkat Ibtida’iyah (Kelas I –IV)
- Tingkat Wusta (Kelas V –VIII)
- Tingkat Ulya (kelas IX – XI)
Mambaul Ulum menggunakan metode mengajar menghafal, ceramah dan tanya jawab pada pada tingkat ibtidaiyah dan wustha. Pembelajaran menggunakan alat-alat peraga seperti papan tulis, gambar, dan lain-lain. Pembelajaran bagi peserta didik di tingkat Ulya menggunakan metode yang berbeda yaitu tugas. Tuga tersebut didiskusikan di depan guru. Peserta didik dilatih menguasai isi suatu kitab yang telah ditentukan dalam kurikulum. Peserta didik juga dilatih dalam praktikum ilmu falak secara ta’dil atau secara takwim. Peserta didik diharapkan mampu menghitung waktu shalat, awal ramadhan, Idul Fitri dan menghitung gerhana bulan. Kitab diajarkan dari awal hingga khatam. Mambaul Ulum melakukan kenaikan kelas berdasarkan nilai raport yang dibagikan 2 kali dalam setahun. Peserta didik yang akan naik ke kelas Ulya dari Wushto maka diadakan ujian komprehensif oleh penguji, Peserta didik yang akan lulus dari Tingkat Ulya maka melakukan ujian “pendadaran” dengan menghadap ke suatu komisi yang terdiri dari Kyai penghulu Tafsir Anom atau khatib-khatib kepenghuluan dan guru-guru MU dengan didampingi sekretaris komisi (KRT Gitodipuna) ketika pendadaran. Materi yang diujikan meliputi Nahwu shorof Tafsir, Hadits, dan Fiqh dengan kitab-kitab : Alfiah ibnu Malik, Marohul arwah, Jalalain, Fashul Wahab (Muhadzab, Hadito Musalin ). Bagi yang lulus kelas terakhir (Kelas XI) maka diwisuda pada akhir tahun.
- Jadwal Belajar di Mambaul Ulum
Mambaul Ulum menentukan jadwal belajar dan hari libur oleh pemerintah Kasunanan melalui dewan komisi. Jadwal belajar dilaksanakan setiap hari kecuali hari jum’at. Waktu belajar mulai jam 08.00 – 12.00 WIB dan jam istirahat jam 10.00-10.30 WIB. Hari-hari libur selain hari jum’at, yaitu :
- Hari-hari “Grebeg” yang dilakukan tiga kali dalam satu tahun
- Tingalan Jumenengan SISKS Paku Buwono
- Upacara besar di kraton atau kepatihan
- Bulan Rabiul awal pada tanggal 5-15
- Tanggal 20 Sya’ban-10 Syawal (Liburan Puasa)
- Tanggal 8 – 13 Dzulhijah
Akhir tahun pelajaran jatuh pada bulan Sya’ban menjelang liburan puasa maka tejadi berbagai kesibukan mulai dari kenaikan kelas, Wisuda dengan penyerahan ijazah dengan menghadirkan wali murid.
- Peserta Didik di Mambaul Ulum
Mambaul Ulum memiliki murid sebanyak 325 murid untuk kelas yang masuk pagi. Mambaul Ulum telah memiliki 448 murid ketika gedung baru diresmikan. Pendaftar Mambaul Ulum meningkat maka dibuat kelas sore tahun 1925. Murid Mambaul Ulum berjumlah sekitar 700 murid untuk kelas pagi dan sore. Keraton Surakarta mewajibkan anak-anak dari penghulu, khatib, ulama dan pemuka pendidikan keraton untuk mengikuti pendidikan di Mambaul Ulum di masa awal berdiri. Namun, Anak dari sentana kraton dan rakyat tidak diwajibkan menjadi siswa Mambaul Ulum namun diperbolehkan jika ingin mengikuti pendidikan disana. Seiring berjalan waktu maka aturan tersebut dilonggarkan sehingga murid Mambaul Ulum berasal dari berbagai kalangan. Murid-murid Mambaul Ulum berasal dari kota Surakarta dan berbagai kota di Jawa Tengah atau Jawa Timur.
Mambaul Ulum hanya memiliki murid laki-laki. Gagasan untuk menerima murid puteri pernah muncul namun pihak keraton tidak menyetujui. Hal tersebut direspon dengan berdiri madrasah Islam yang khusus untuk puteri di kampung kauman Solo di tahun 1931. Sekolah ini disebut dengan Nahdlotul Muslimat (NDM). Mambaul Ulum cukup progresif terutama dalam cara berpakaian. Murid Mambaul Ulum tidak memakai sarung namun mengenakan pakaian biasa dengan dilengkapi “udeng” dan “kain panjang”.
Mambaul Ulum lebih beruntung dari Muhammadiyah dalam masalah pakaian seragam. Mambaul Ulum tidak diprotes oleh kalangan pesantren namun Muhammadiyah diprotes meniru nasrani dan kebarat-baratan. Pesantren memiliki rasa patuh terhadap pemerintah yang sah yaitu keraton Surakarta. Kebijakan keraton selalu ditaati meskipun tidak sesuai budaya pesantren.
Murid yang lulus mendapat civil effect. Mereka akan menjadi priyayi kecil karena diangkat sebagai pegawai pemerintah keraton Surakarta atau Gubermen. Mereka dianggkat sebagai pegawai agama di tingkat desa atau kawedanan seperti naib atau modin. Hal ini menjadi kebanggan tersendiri karena priyayi dihormati di kalangan rakyat meskipun hanya menjadi priyayi kelas paling rendah.
Mambaul ulum menjadi lembaga pendidikan formal dengan meniru sistem pendidikan Belanda yang didirikan sebelum republik Indonesia berdiri bahkan lebih dahulu dari sekolah Muhammadiyah. Hal ini ditandai dengan pendidikan secara klasikal. Murid diajar di kelas bukan di Langgar atau Masjid. Murid belajar dengan menggunakan meja dan kursi yang ditata menghadap guru yang mengajar dengan papan tulis. Ini sangat berbeda dengan pesantren yang menggunakan sistem bandongan atau sorogan. Mambaul Ulum menentukan biaya pendidikan sebesar 25 sen/murid/bulan kemudian disetorkan ke kas pemerintah keraton Surakarta. Keraton Surakarta memberi dana yang sesuai dengan anggaran untuk penyelenggaraan pendidikan di Mambaul Ulum. Hal ini berbeda dengan pondok pesantren di masa itu yang tidak menentukan biaya pendidikan. Mambaul Ulum juga memiliki kurikulum, kelas, fasilitas fisik dan tata tertib. Tata tertib mencakup aturan pemakaian seragam, uang sekolah, durasi pembelajaran, waktu istirahat, hari libur, etika pergaulan, absensi, sanksi, dan lain-lain. Segala sesuatu yang terencana, terukur dan terstruktur membuat Mambaul Ulum menjadi sekolah formal Islam yang diurusi negara. Hal ini berbeda dengan Sekolah Muhammadiyah yang merupakan sekolah partikelir. Sayang, Mambaul Ulum mempunyai umur pendek yang berbeda dengan sekolah Muhammadiyah yang bertahan lebih dari seratus tahun.
- Pimpinan dan Guru-Guru di Mambaul Ulum
Pendirian Mambaul Ulum diawali dengan berbagai rintangan dan tantangan. Mamba’ul Ulum belum cukup mantap, belum teratur dan belum mempunyai gedung sendiri dan sarana / pra saran belum lengkap. Disamping itu, Sistem pendidikan Mambaul Ulum merupakan model baru yang belum pernah dıpakai di lingkungan pendidikan Islam meskipun sudah lama dipakai di sistem pendidikan Barat. Sistem pendidikan dengan model kurikulum dipandang asing di kalangan Ulama.
Mambaul Ulum membutuhkan tokoh yang berpengaruh, lincah, dan dinamis sehingga dapat mengorganisir, membina dan mengembangkan Mambaul Ulum. Maka, Kyai Bagus Arfah ditetapkan sebagai pemimpin pertama Mambaul Ulum karena dianggap cakap dan mampu memikul tugas tersebut meskipun bukan ulama besar. Tahap selanjutnya, Mambaul Ulum memerlukan ulama yang ahli dalam bidang ilmu agama untuk memimpin. Kyai H Moh ldris merupakan ulama besar yang memimpin pondok Jamsaren diangkat sebagai pimpinan Mambaul Ulum. Kyai Idris menyelenggarakan pengajian kitab besar di Jamsaren. Pimpinan Mambaul Ulum setelah Kyai Idris yaitu Kyai Jauhar. Kyai Jauhar menulis di berbagai majalah secara aktif.
Sebagian besar latar belakang pendidikan dari dewan guru Mambaul Ulum berasal dari lulusan pesantren seperti Tremas, Tegalsari, dan lain-lain. Beberapa guru yang lain berasal dari lulusan Mamba’ ul Ulum sendiri yang istimewa. Kepangkatan guru yang semula dípergunakan istilah mualimn 1, 2 dan mudarris. Namun, Kepangkatan disesuaikan dengan kepangkatan kraton seperti jajar, lurah, mantri, penewu dan wedono. Kepangkatan menunjukan kewenangan mengajar, senioritas dan tingkat gaji. Kyai Abdul Jalil Projowiyoto sebagai penggati Kyai Jauhar. Beliau merupakan ulama yang wara’ dan ahli lmu falak. Kyai Abdul Jalil memimpin sampai akhir pemerintahan Kasunanan. Selama Selama itu, Kyai H. Dimyati Condro Wiyoto menjadi wakil kepala dari masa kepemimpinan Kyai Idris sampai dengan Kyai Abdul Jalil Projowiyoto.
Berikut ini daftar dari Dewan guru Mambaul Ulum :
No | Nama | Posisi di luar Mambaul Ulum | Pangkat | Pengajar |
1 | Kyai Muhammad Fadil | Khatib Arum | Mualim 1 | bacaan Al-qur’an |
2 | Kyai Muhammad Fadlil | Juru Kunci makam pajang | mualim 2 | |
3 | Bagus Abdul Katam | mudarris | ||
4 | Kyai Muhammad Nawawi | Tanah Perdikan Gempol | mudarris | |
5 | Kyai Bagus Arfah | mualim 1 | pengajar kitab | |
6 | Kyai Muhammad Badris | mualim 2 | ||
7 | Kyai Fahrurs Rozi | mualim 2 | ||
8 | Kyai Muhammad Ilyas | Mudarris | ||
9 | Kyai Muhammad Anwar | Mudarris | ||
10 | Kyai Muhammad Idris | ilmu agama dan falak | ||
11 | Kyai H. Dimyati Condrowiyoto | |||
12 | Kyai Abdul Jalil Projowiyoto | |||
13 | Kyai Jauhar (Kyai Muhsan) | |||
14 | Kyai Kholil | |||
15 | Kyai H. Irsyam | |||
16 | Kyai L Abu Su’ud | |||
17 | Kyai Mawardi | |||
18 | Kyai Amin | |||
19 | Kyai Jalal Suyuti | |||
20 | Kyai Asyhuri | |||
21 | Kyai Ma’ruf | Manguniyoto | ||
22 | Kyai Suryani | Manguniyoto) | ||
23 | Kyai Subki | |||
24 | Kyai Amir Hamzah | Gonowiyoto | ||
25 | Kyai Kafrawi | |||
26 | Sukaji | Brotowiyoto | ||
27 | Kyai Ali Darokah | |||
28 | Wingnyowiyoto | ilmu agama dan falak | ||
29 | Syamsul Hadiwiyoto |
- Kurikulum di Mambaul Ulum
Pendidikan Islam masih didominasi oleh pondok pesantren di masa tersebut. Pondok Pesantren mempunyai sistem pendidikan yang unik yaitu Sorogan dan Bandongan. Sorogan yaitu pembelajaran kitab secara individual, dimana setiap santri menghadap secara bergiliran kepada Kyai untuk membaca, menjelaskan atau menghafal pelajaran yang diberikan sebelumnya. Bandongan guru menjelaskan mengenai suatu materi dan peserta didik memperhatikan atau menyimak dan mencatat penjelasan yang diberikan oleh guru.
Metode Sorogan disebut juga dengan muwajahah untuk pendidikan Islam di Timur Tengah. Seorang Kyai akan memberi ijazah kelulusan ke santri setelah sang santri diuji oleh kyai secara tatap muka. Sang Kyai mengajarkan sebuah kitab dengan membacakan dan menelaah kitab di hadapan para santri. Kyai dan Santri duduk melingkar di masjid atau pendopo dalam kajian tersebut. Itu disebut metode bandongan.
Mambaul Ulum merupakan pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh Keraton Surakarta. Sistem pendidikan di Mambaul Ulum berbeda sekali dengan sistem pendidikan di Pesantren. Mambaul Ulum menyelenggarakan pendidikan di kelas-kelas dengan menggunakan meja, kursi dan papan tulis. Materi pelajaran disusun menggunakan metode kurikulum ala barat di masa tersebut.
Materi pelajaran telah tersusun dengan rapi berdasarkan kelas. Siswa harus mengikuti pendidikan secara berjenjang dari kelas I – XI. Siswa harus melalui ujian untuk kenaikan jenjang pendidikan. Guru atau Kyai mengampu materi pelajaran tertentu. Mambaul Ulum mempunyai wewenang yang besar dalam jenjang pendidikan bahkan siswa diperkenankan melompat kelas jika dianggap layak.
Hal ini sangat unik karena meniru pendidikan ala barat padahal para Kyai sangat antipati dengan segala sesuatu berbau barat. Mambaul Ulum memang diselenggarakan oleh pemerintah yang diakui oleh para kyai yaitu Keraton Surakarta. Ini menyebabkan para kyai tidak menentang Mambaul Ulum bahkan mendukung. Hal tersebut berbeda dengan nasib dengan Muhammadiyah di waktu itu yang ditentang para kyai. Berikut ini tabel materi pelajaran berdasarkan kelas :
- Kelas I – IV
No | Materi | Sumber Belajar/Kegiatan |
1 | Al-Qur’an | Tohaji, Tajwid dan menghafal juz amma |
2 | Fiqh | Safinatun najah, Taqrib Matan Abi Syuja’ |
3 | Tauhid | Tijan Dorori (Ummul Barohim), Aqidatul Awam |
4 | Nahwu | Awamil, Jumuniah |
5 | Shorof | Tashrif, Matan Bina, Izi |
6 | Berhitung | Tambah, Kurang dan Bagi |
7 | Bahasa | Jawa, Melayu dan Arab |
- Kelas V – VIII
No | Materi | Sumber Belajar/Kegiatan |
1 | Fiqh | Fathul Qorib, Fathul Muin |
2 | Tauhid | Hud-Hudi, Kifayatul Awam |
3 | Nahwu | Imrithi, Alifiah Ibnu Malik |
4 | Shorof | Maqsud, Nadhom |
5 | Badi dan Bayan | Jauhar dan Makmun dan Arudil |
6 | Ilmu Rupa | Ilmu Rasm |
7 | Ilmu Ukuran | Takaran dan Timbangan |
8 | Pendidikan dan Pengajaran | Ta’limul Muta’alim |
9 | Akhlaq | Adzkiyaa (Tasawuf Akhlaq) |
- Kelas IX – XI
No | Materi | Sumber Belajar/Kegiatan |
1 | Tafsir | Jalalain |
2 | Hadits | Muslim |
3 | Fiqh | Fathul Wahab, Al-Muhadzab |
4 | Ushul Fiqh | Waraqat, Irsyadul Fuhul |
5 | Tauhid | Uqudul Juman |
6 | Ilmu Falak | Rubu’ Mujayyab, Wasilatul Tulab, Risalatun Nayirin |
7 | Al Jabar | Akar dan logaritma |
8 | Pendidikan dan Pengajaran | At-Tarbiyah Wat Ta’lim, Abdul Fata |
- Materi Pelajaran di Mambaul Ulum
Materi pelajaran dibagi menjadi dua di Mambaul Ulum yaitu Ilmu Pokok dan Ilmu Bantu. Ilmu Pokok yaitu Ilmu yang berkaitan dengan pemahaman Ulama dalam mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Mambaul Ulum merujuk Imam Syafii dalam Ilmu Fiqh dan Imam Ghazali dalam Ilmu Tasawuf. Ulama yang mengikuti kedua Ulama tersebut menyebut diri sebagai Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Hal ini terlihat dalam beberapa materi pelajaran yang termaktub dalam Ilmu Pokok di Mambaul Ulum. Mambaul Ulum menggunakan Kitab Jalalain untuk Ilmu tafsir Al-Quran. Kitab Fathul Muin dan Fathul Wahab menjadi rujukan dalam Ilmu Fiqh. Ilmu Tauhid menggunakan sifat 20 dari Imam Asy’ari. Kitab Al-Hikam, Ihya Ulumuddin dan Minhajul Abidin tidak digunakan meskipun menjadi standar kitab di berbagai pesantren. Hal tersebut disebabkan kitab-kitab tesebut tidak selaras kebijakan keraton. Materi pembelajaran sesuai dengan kelas. Berikut tabel dari materi pelajaran beserta sumber belajar, sebagai berikut:
Tabel 1. Ilmu Pokok
No | Materi | Sumber Belajar/Kegiatan |
1 | Membaca Al-Quran | Belajar Alif Ba’ Ta’, Tajwid, Baca Al-Quran, Qiraat Sab’ah |
2 | Tafsir Al-Quran | Jalalain |
3 | Hadits | Muslimin |
4 | Fiqh | Safinah, Abu Syuja’, Sittin, Fathul Muin, Fathul Wahab, Al-Muhadzab dsb |
5 | Ushul Fiqh | Waraqat, Irsyadul Fuluh |
6 | Tauhid | Hafalan Sifat Dua Puluh |
7 | Akhlak | Kita Tasawuf “Adzkiyah”yang diintegrasikan dengan ‘Fathul Muin” |
Mambaul Ulum juga membekali siswa dengan beberapa Ilmu Bantu. Hal ini berguna untuk memahami Ilmu pokok. Beberapa Ilmu mengadaptasi dari perkembangan Ilmu di dunia mulai dari Ilmu Falaq, Berhitung, Ilmu Ukuran, Al-Jabar Rasm/Kaligrafi dan Ilmu Mantiq. Ilmu Mantiq merupakan ilmu yang diadaptasi dari Filsafat Yunani. Ilmu Falaq, Al-Jabar dan Ilmu ukur menjadi alat bantu dalam memahami fiqh Ibadah mulai dari Sholat, Zakat, Puasa, Haji dan Zakat. Rasm/ Kaligrafi menjadi bagian dari perkembangan seni Islam.
Mambaul Ulum juga mengajari bahasa Jawa dan Melayu sedangkan Bahasa Arab menjadi mata pelajaran yang wajib dikuasai siswa. Ilmu Tarikh juga dipelajari untuk mengetahui perjuangan Rasulullah SAW dalam berdakwah
No | Materi | Sumber Belajar/Kegiatan |
1 | Bahasa Arab | Nahwu, Shorof, Ilmu Bayan, Badi’, Mani’ dan Ilmu Arudil |
2 | Ilmu Falak | Wasilatul Tulab, Rubu’ Majayyab, Menghitung Gerhana secara Ta’dil atau Taqwin |
3 | Berhitung | Angka, Hitungan, Bilangan, Pecahan dan Perbandingan |
4 | Ilmu Ukuran | Ukuran dan Timbangan |
5 | Ilmu Rupa | Ilmu Rasm (menggambar dan menulis) |
6 | Ilmu Manthiq | Berbentuk Hadhom ( syair) |
7 | Al-Jabar | Akar dan Logaritma |
8 | Ilmu Pendidikan | Ta’limul Muta’alim dan Adabul fata |
9 | Bahasa | Jawa, Melayu dan Arab (Mufradat) |
10 | Tarikh | Sirah Nabawiyah dan Khulafur Rasyidin |